Obyek wisata kota Tanjungpinang

Obyek wisata kota Tanjungpinang

Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat

Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat terletak di Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota. Masjid dibangun pada tahun 1832 semasa pemerintahan  Yang Dipertuan Muda VI Raja Jaafar (1806-1831) dan dilanjutkan pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdul Rachman (Marhum Kampung Bulang) 1833-1844.23
    Bangunan utama  berukuran 20 x 18 m yang ditopang oleh 4 buah tiang dibeton. Pada keempat sudut bangunan dibuat menara tempat bilal mengumandangkan azan. Terdapat pula 13 buah kubah, jumlah kubah dan menara 17 buah melambangkan rakaat shalat.
Berdasarkan informasi dari masyarakat Pulau Penyengat pembangunan masjid juga menggunakan putih telur yang dicampur kapur, pasir, dan tanah liat untuk memperkuat struktur dinding /tembok. Luas lahan 54,5×23,5 m dengan dikelilingi tembok. Pintu utama di bagian depan mempunyai 13 anak tangga. Di sebelah kiri dan kanan masjid terdapat bangunan yang disebut Rumah Sotoh. 24



1.     Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau IV Raja Haji Fisabilillah (Pahlawan Nasional)

Raja Haji Fisabilillah merupakan anak dari Daeng Celak (YDMR IV). Semasa hidupnya dikenal sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV (1777-1794). Dia dilantik oleh Datuk bendahara Tun Abdul Majid di Pahang mewakili Sultan Mahmudsyah III.25  Sebagai Yang dipertuan Muda juga membangun Istana Kota Piring di Pulau Beram Dewa, dan meninggal di Teluk Ketapang dalam peperangan lautnya melawan armada Belanda di bawah pimpinan Jacob van Braam. Peperangan Raja Haji beserata pasukannya melawan armada Belanda ini dikenal dengan sebutan Perang Riau, dan merupakan peperangan bahari yang sangat besar pada saat itu.26
Raja Haji adalah YDM yang membangun Istana Kota Piring di Pulau Biram Dewa. Kawasan itu kemudian dikenal sebagai juga Kota Baru.   Makam Raja Haji sebelum dipindahkan oleh anaknya Raja Jakfar Yang Dipertuan Muda VI (1844-1857) ke Pulau Penyengat di Bukit Bahjah, makam beliau terletak di Melaka. Makam tersebut pernah dipugar pada tahun 1972, dan dipugar kembali oleh Pemda Tk.II Kabupaten Kepulauan Riau pada tahun 1986. Atas jasa-jasanya dalam upaya melindungi dan membela negeri pada perang bahari, oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui keputusan Presiden RI Nomor: 072/TK/1997 tanggal 11 Agustus menganugerahkan Pahlawan Nasional kepada Raja Haji Fisabilillah.27




2.     Makam Engku Puteri Raja Hamidah, Permaisuri Sultan Riau III Sultan Mahmud Syah

Makam Engku Puteri Raja Hamidah28, terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Engku Puteri Raja Hamidah adalah anak Raja Haji Fisabilillah Yang Dipertuan Muda Riau IV.29 Ketika terjadi peperangan Raja Haji tewas melawan Belanda, kemudian perlawanan dilanjutkan oleh Raja Ali ibni Daeng Kemboja dan membawa Engku Puteri Raja Hamidah ke Sukadana dan Siantan, Mempaweh, Kalimantan Barat hingga kembali di Pulau Penyengat pada tahun 1844. Setelah pernikahan Engku Puteri Raja Hamidah dengan Sultan Mahmudsyah III, dan Pulau Penyengat sebagai maskawinnya maka yang sebelumnya sebagai kubu pertahanan, Pulau penyengat menjadi tempat kediaman permaisuri Sultan Kerajaan Riau-Lingga.
Engku Puteri dikenal sebagai pemegang regalia (alat-alat pusaka) kerajaan30 dan dalam adat istiadat merupakan tokoh kunci yang melegitimasi pengangkatan seorang sultan. Perkawinannya juga merupakan simbol pemersatu bagi pihak yang bertikai karena ulah Belanda pada masa kekacauan antara Riau dan Belanda sekitar tahun 1782-1784. Beliau meninggal pada 29 Rajab 1260 Hijirah.31




Selain Makam Engku Putri pada kompleks makam tersebut terdapat makam Raja Ali Haji yang terkenal dengan karyanya Gurindam Dua Belas dengan Kitab Pengetahuan Bahasa dan Butanul Al Katibin, dan telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional 2004. Di kompleks tersebut terdapat pula makam Raja Ahmad, Raja Abdullah YDM Riau IX, Raja Abdullah (Abu Muhammad Adnan), Raja Aisyah, dan Encik Maryam dan makam lainnya.  Makam Raja Hamidah Engku Puteri terletak di daerah yang disebut “Dalam Besar”. Makamnya berada di dalam bangunan cungkup beton di sekitarnya dibatasi dengan tembok keliling di dalam cungkup. Di luar cungkup terdapat makam-makam yang dibatasi oleh dinding tembok. Seluruh makam yang ada nisannya menggunakan batu andesit dengan tipe gada untuk laki-laki dan pipih untuk wanita




3.     Kompleks Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja Ja’far

Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja Ja’far terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Raja Ja’far atau Yang Dipertuan Muda Riau VI adalah Raja Riau yang mengembangkan pertambangan timah di Singkep. Masa pemerintahannya berlangsung pada saat Belanda dan Inggris memperebutkan wilayah jajahan. Beliau meninggal di Daik-Lingga dan kemudian dimakamkan di Pulau Penyengat. Raja Ja’far memerintah pada tahun 1805-1832.
Di dalam komplek makam ini terdapat pula makam Raja Ali32 atau Yang Dipertuan Muda Riau VIII (1844-1857). Raja Ali ini anak dari Raja Haji.33 Makam kedua tokoh ini berdampingan. Kedua makam ini berada di dalam sebuah bangunan dengan atap berbentuk kubah. Pada bagian luar terdapat ‘kolah’ atau tempat air untuk bersuci. Kedua nisan makam raja ini berupa nisan berbentuk gada.






5.     Kompleks Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VII Raja Abdul Rahman

Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VII Raja Abdul Rahman terletak pada sebuah lereng bukit sekitar 300 meter dari masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Raja Abdul Rahman adalah Yang Dipertuan Muda Ke-VII yang memerintah pada tahun 1832-1844. Setelah meninggal Yang Dipertuan Muda Riau VII dikenal dengan sebutan Marhum Kampung Bulang. Menurut catatan sejarah Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat dibangun pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau VII (Raja Abdul Rahman).34
Kompleks makam  Raja Abdul Rahman terletak pada sebuah tanah yang berbukit. Di kompleks makam ini terdapat 50 makam lainnya yang terbagi menjadi dua bagian yaitu makam-makam yang terdapat di dalam pagar tembok dan makam-makam yang terdapat di luar tembok. Makam Raja Abdul Rahman terletak di depan pintu gerbang dan posisinya di tengah arah pandang pintu gerbang. Jirat dan nisannya terbuat dari batu granit. Nisannya ditutupi dengan kain kuning sebagai tanda berkaulnya para peziarah.

6.     Makam Embung Fatimah

Makam Embung Fatimah terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Propinsi Kepulauan Riau. Embung Fatimah adalah anak Sultan Mahmud Syah IV, dan dia permaisuri Yang Dipertuan Muda Riau IX Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmady. 35
Perkawinannya dengan Raja Mohammad Yusuf Al-Ahmady telah mempererat persekutuan antara raja-raja Melayu dengan raja-raja keturunan Bugis yang sebelumnya retak  karena adanya konflik kekuasaan.
Makam Embung Fatimah terletak di Bukit Bahjah, tidak jauh dari jalan enuju Makam Raja Haji Fisabilillah. Selain makam Embung Fatimah di kompleks ini masih terdapat makam-makam lainnya yang seluruhnya berjumlah 21 makam yang dibatasi dengan bangunan tembok dan bercungkup.


7.     Gedung Tengku Bilik

Gedung Tengku Bilik terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota. Dahulunya bangunan ini milik Tengku Bilik, adik Sultan Riau-Lingga yang terakhir? bersuami Tengku Abdul Kadir. 36
Bentuk bangunan ini merupakan ciri khas milik bangsawan Melayu pada akhir abad ke-19 seperti di Singapura (Istana Kampung Gelam), di Johor dan tempat lainnya di Semenanjung Malaysia. Bangunan ini masih relatif baik dan utuh dibandingkan dengan bangunan lainnya yang  terdapat di Pulau Penyengat.




8.     Situs  Istana Kedaton-Istana Sultan Abdul Rahman Muazam Syah


Sisa bangunan Istana Sultan Abdul Rahman Syah memerintah pada tahun 1886-1991 ini sudah tidak tampak, hanya sisa-sisa  struktur bangunan dan pintu gerbang.37
Istana ini juga disebut Istana Kedaton. Arsitekturnya tidak jauh berbeda dengan Gedung Daerah di Tanjungpinang.
Kondisi bangunan ini sekarang sudah ditumbuhi pohon dan semak belukar, sedangkan bekas alun-alun (padang sewen)  Istana Kedaton sekarang sudah berdiri SD Negeri Pulau Penyengat.


9.     Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah

Gedung hakim Mahkamah Syariah merupakan tempat tinggal Raja Abdullah. Raja Abdullah ini dikenal sebagai Abu Muhamad Adnan yang mengarang beberapa kitab.
Sisa bangunan bergaya kolonial ini sudah tidak beratap, bagian depan bangunan terdapat empat buah pilar berbentuk silinder, sedangkan pada bagian belakang terdapat empat buah pilar dengan bentuk persegi. Bangunan bagian depan lebih ditinggikan sekitar satu meter, pada bangunan bagian belakang masih nampak ruang-ruang dan terdapat  sumur.




 10.      Situs Sisa Istana Bahjah-Istana Raja Ali Kelana

Sisa Istana Bahjah-Istana Raja Ali Kelana yang terletak di Kampung Gelam, Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang Propinsi Kepulauan Riau.
Raja Ali Kelana bin Yang Dipertuan Muda Raja Muhammad Yusuf al Ahmadi, adalah seorang tokoh dalam Perhimpunan yang dikenal dengan Rusydiyah Klub. Ia juga membuat tulisan jurnalistik berupa laporan perjalanan ke Pulau Tujuh, dan laporan tersebut dikenal dengan Pohon Perhimpunan tahun 1313 H/1898 M.
Istana Raja Ali Kelana (Istana Bahjah) merupakan kediaman seorang kelana atau calon Yang Dipertuan Muda.38 Bangunan terdiri dari dinding berjendela dengan pintu gerbang masuk menelusuri anak tangga yang menyatu dengan gedung Raja Haji Abullah. Bangunan ini juga tersambung ke tapak bangunan yang memenuhi bukit Kampung Gelam.




38        Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2005). Hal 21-22
11.      Istana Raja Ali Marhum Kantor

Istana Kantor adalah istana Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau VIII (1844-1857) atau yang kemudian disebut Marhum Kantor. Istana ini berada di bagian tengah Pulau Penyengat sekitar 150 meter sebelah barat daya Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat. Istana Raja Ali sebagian sudah hancur yang tersisa hanya bangunan induknya. Bangunan utamanya merupakan bangunan bertingkat dua yang pada mulanya merupakan kantor Raja Ali. 39
Seluruh areal bangunan dibatasi dengan tembok keliling yang mempunyai tiga buah pintu masuk dari arah barat, utara dan timur. Pintu gapura barat berupa gapura yang sekaligus berfungsi sebagai penjagaan dan pengintaian. Pintu gerbang utara merupakan pintu gerbang untuk menuju tempat kolam pemandian. Sedangkan pintu gerbang timur berupa pintu gerbang biasa yang seolah-olah hanya meru-pakan pintu darurat. Di halaman bagian dalam tembok keliling ini masih terdapat bekas sisa-sisa lantai bangunan.

12.    Gedung Tabib

   Sisa bangunan Gedung Tabib terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Sisa bangunan ini merupakan tempat kediaman Engku Haji Daud yang dikenal sebagai tabib kerajaan. Bangunan ini terletak di tengah-tengah pemukiman masyarakat Kampung Jambat.
Gedung ini dulunya merupakan tempat tinggal tabib kerajaan yang menyimpan banyak obat-obatan.
   Bangunan ini merupakan bangunan bata yang terdiri dari dua lantai. Saat ini bangunan Gedung Tabib Kerajaan sudah hancur tinggal sisa-sisa dinding dengan rangka pintu, jendela dan  di atasnya ditumbuhi pohon beringin.
Pada beberapa rangka pintu dan jendela masih tersisa kusen-kusen kayu. Dinding bangunan yang masih ada berukuran panjang 15,80 meter dan lebar 9,90 meter.

 13.      Gedung Mesiu


Dahulu bangunan ini digunakan sebagai gudang tempat menyimpan mesiu (obat bedil).40 Pada masa kejayaan Kerajaan Riau terdapat 4 buah gedung tempat menyimpan mesiu di Pulau Penyengat, tetapi sekarang tinggal satu buah yang terletak di sebelah Selatan Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat.
Bangunan ini berdiri di atas tanah kerajaan yang diserahkan pada pengurus masjid. Seluruh bangunannya merupakan tembok beton berbentuk segi empat dengan atap berbentuk runcing dari tembok. Pintu masuk terdapat di sebelah utara dengan bentuk lengkung dari kayu, jendela kecil dengan jeruji besi. Bangunan ini dikenal juga sebagai gedung obat bedil.




14. Perigi Puteri/Perigi Kunci

Perigi41 Puteri adalah tempat pemandian bagi kaum wanita pada masa Kerajaan Melayu Riau.
Bangunan ini merupakan bangunan sumur tua yang dilindungi oleh bangunan berbentuk segi empat dengan kubah pada bagian atapnya, berfungsi sebagai tempat mandi dan mencuci pakaian para puteri raja.
Di dalam kubah tersebut terdapat sumur yang sekaligus kolam sebagai sumber airnya dan tempat duduk atau mencuci menyerupai kursi panjang dari plesteran semen dengan bagian pegangan tangganya dihiasi ukiran. Pintu masuk satu buah di bagian utara, tanpa jendela dan lubang angin. Sampai saat ini kolam  yang ada di dalam bangunan ini masih dimanfaatkan oleh penduduk.






41        Perigi dapat diartikan dengan sumur atau tempat mandi
15. Sisa Bangunan Rusydiah Klub dan Tapak Percetakan Kerajaan

Rusydiah Club merupakan organisasi para cendekiawan Melayu Kerajaan Riau di Pulau penyengat yang dibentuk pada tahun 1884.42 Perhimpunan intelektual yang tidak dapat menerima kehadiran penjajah Belanda ini jauh mendahulukan perhimpunan pemuda “Budi Utomo” (1908).43 Anggotanya banyak menulis, menterjemahkan dan mencetak berbagai jenis karya tulisnya, seperti syair, ekhwal agama, adat istiadat dll.
                                                            Pada tahun 1890-an sebuah percetakan bernama Mathba’atul Riauwiyah meminta Rusydiah Klub untuk mencetak dan menerbitkan berbagai karya anggotanya.
Sejalan dengan perjalanan waktu organisasi ini tidak disukai oleh penjajah, karena tujuan dari organisasi ini menentang penjajah Belanda. Tokoh intelektual yang amat terkenal luas dari Rusdiyah Club, antara lain Raja Ali Kelana, dan Raja Khalid Hitam. Rusdiyah Club menempati sebuah bangunan, tetapi saat sekarang hanya tinggal pondasinya saja. Tapak bangunan ini menyatu dengan tapak percetakan kerajaan.





16.     Benteng Bukit Kursi “Perang Riau” Melawan Belanda

Benteng Bukit Kursi ini berada persisi ditengah-tengah Pulau Penyengat. Benteng pertahanan ini dibangun menjelang perang antara Kerajaan Riau dengan Belanda pada tahun 1782-1784, tepatnya pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau IV, Raja Haji.44 Pada pemerintahan Raja Ali, benteng ini mengalami pembenahan.
Benteng pertahanan ini terletak di Bukit Kursi dikelilingi oleh parit pertahanan berstruktur bauksit dengan kedalaman kurang lebih 3 meter. Benteng ini dibangun untuk melindungi pusat kerajaan yang pada saat itu berada di Hulu Sungai Riau dan Kota Piring di Pulau Biram Dewa.45 Benteng tersebut adalah termodern pada masanya.
Benteng Bukit Kursi merupakan bagian dari sistem pertahanan Penyengat. Benteng Bukit Kursi merupakan benteng alam terbuka yang dibuat dari susunan batu-batu bauksit tanpa plester yang dikelilingi parit selebar 2 meter. Benteng ini juga dilengkapi dengan meriam sebanyak 8 buah. Meriam-meriam tersebut tersebar di penjuru mata angin, antara lain di tenggara dua buah, di timur laut satu buah, di barat daya dua buah, di barat satu buah, di barat laut dua buah meriam. Di sudut barat daya dan tenggara benteng, masih terlihat bentuk bastion. Di sisi barat dan timur terdapat dinding benteng berbentuk setengah lingkaran.

C.    KAWASAN SENGGARANG
Dari berbagai sumber dijelaskan bahwa komunitas yang cukup besar dari orang cina di Riau bermula pada masa pemerintahan Daeng Celak yakni Yang Dipertuam Muda Riau II (1728-1745). Ketika itu sedangkan digalakan pengembangan tanaman gambir untuk komoditi ekspor.46 Berdasarkan hal itu orang cina pun banyak datang dan bekerja dalam bidang pengolahan gambir.
Dengan kedatangan orang Cina tersebut, Daeng Celak sebagai Yang Dipertuan Muda Riau II memberi kelonggaran untuk menempati Senggarang sebagai tempat kediaman atau pemukiman dari orang Cina. Sejak dijadikan sebagai pemukiman orang cina, senggarang semakin berkembang sehingga berdirilah rumah ibadah untuk orang Cina. Dalam beberapa sumber dikatakan, Senggarang adalah kawasan yang dikembangkan secara nyata sebagai kota waktu itu oleh Daeng Kamboja Yang Dipertuan Muda Riau III.
Pada zaman Raja Haji sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV, orang Cina banyak dipekerjakan sebagai pembuat peluru/proyektil logam, dan mesiu untuk penguasa setempat.47 Dengan hal itu membuat Senggarang semakin berkembang sebagai pemukiman pendatang pada waktu itu. Sejumlah komponen pemukiman masa lalu masih dapat dijumpai pada saat sekarang berupa tempat peribadatan etnis Cina, dan sumur tua. 
Secara administrasi pemerintahan, kini Senggarang termasuk dalam Kelurahan Senggarang Kecamatan Tanjungpinang Kota, tepatnya sebelah utara dari pusat kota Tanjungpinang.
Peninggalan kepurbakalaan di senggarang mencakup peninggalan dari etnis Cina berupa bangunan tempat peribadatan yaitu klenteng dan dan vihara :

No.
Nama Situs
Alamat
1.
Kompleks Vihara Dharma Sanana
Senggarang Kel. Senggarang
Kec. Tanjungpinang Kota
2.
Klenteng Tao Sa Kong
Senggarang Kel. Senggarang
Kec. Tanjungpinang Kota


1.     46 Kompleks Vihara Dharma Sanana
Dibangun sekitar 200-300 tahun yang lalu oleh imigran dari Cina daratan pada abad ke-18 M. Komplek vihara ini memiliki empat bangunan utama, tiga di antaranya merupakan kelenteng dan merupakan bangunan awal, berada pada bagian depan kompleks menghadap ke laut. Bangunan yang keempat berada di bagian belakang kelenteng pada tanah lebih tinggi, dibangun pada masa kemudian. Tiga  bangunan kelenteng pada bagian depan diperuntukkan bagi dewa-dewa Cina. Nama ketiga kelenteng tersebut antara lain: kelenteng Fu De Zheng Shen, dewa yang terdapat pada kelenteng ini adalah dewa Phe Kong yaitu dewa bagi keselamatan di daratan, dalam hal ini bagi wilayah Senggarang; kelenteng yang kedua adalah Tian Hou Sheng Mu, terdapat tiga buah dewa, berada di tengah adalah dewa Ma Chou yaitu dewa untuk keselamatan dalam perjalanan di laut, di kiri dan kanan adalah dewa Phe Kong dengan sebutan Lou Wei Sheng (berada di kanan diperuntukkan bagi keselamatan orang yang sudah mati) dan To Po Kong (di kiri diperuntukkan bagi keselamatan mereka yang di darat); yang ketiga adalah kelenteng Yuan Tien Shang Di, di dalamnya juga terdapat dewa Phe Kong. Sedangkan bangunan pada bagian belakang diperuntukkan bagi Sang Buddha Amitabha, merupakan bangunan baru.
Kompleks Vihara Dharma Sasana terdiri dari 4 bangunan yang berupa 1 buah bangunan baru (Vihara Dharma Sasana) dan 3 buah bangunan lama (Klenteng Yuan Tiang Shang Di, Klenteng Fu De Zheng Shen, dan Klenteng Tian Hou Sheng Mu). Vihara Dharma Sasana didirikan tahun 1988, sedangkan 3 klenteng yang lama diperkirakan dibangun sekitar abad ke-18, yaitu sejak masa YMDR II (Daeng Celak, 1728-1748) yang memberikan kelonggaraan kepada para pendatang Cina untuk menempati daerah Senggarang. Sejak itulah, di kawasan ini dibangun perkampungan dan sejumlah rumah ibadah Tionghoa. (Pemko Tanjungpinang, 2006:148)48


2.     Klenteng Tao Sa Kong

Klenteng ini dibangun oleh Kapiten Cina Chiao Ch’en tahun 1811.49 Kondisi klenteng ini sudah dililit oleh akar pohon kayu Ara atau Beringin. Bangunan yang nampak sekarang adalah bangunan baru, bangunan lama yang masih tersisa adalah sebagian tembok sisi selatan (bagian depan) dan sisi timur (dinding samping). Pada sisa dinding tersebut masih dapat dilihat bingkai-bingkai jendela. Bila dilihat dari sisa bangunan yang ada, dahulu bangunan ini terdiri dari dua lantai.
Bangunan klenteng ini menempati bekas sebuah rumah tinggal seorang Kapitan Cina yang dibangun pada abad ke-18.50 Adapun riwayat pembangunan klenteng itu sendiri, tidak diketahui dengan pasti.

D.  Kawasan Pusat Kota Tanjungpinang

Peninggalan kepurbakalaan dikawasan Pusat Kota Tanjungpinang mencakup peninggalan yang berada di pusat Kota Tanjungpinang atau di luar dari kawasan Hulu Sungai Riau, Penyengat, dan Senggarang. Peninggalan ini kebanyakan berada di pusat Kota Tanjungpinang. Peninggalan di kawasan ini terdiri dari makam, bangunan dan monumen.
Peninggalan-peninggalan tersebut berada di kawasan Jalan Merdeka, Jalan Teuku Umar, Jalan Yusuf Kahar, Jalan S. Amin, Jalan Hangtuah, Jalan Ketapang, Jalan Kemboja, Jalan Tugu Pahlawan, jalan Agus Salim dan jalan lainnya.
Berikut ini daftar Benda Cagar Budaya yang berada di pusat Kota Tanjungpinang:

No
Nama Situs
Alamat
1.
Kompleks Makam Kerkhoff  Belanda
Jln. Kemboja Kel. Kemboja Kec. Tanjungpinang Barat
2.
Rumah Jil Belanda (Rutan Klas II Tanjungpinang)
Jln. Penjara Kel. Tanjungpinang Barat Kec. Tanjungpinang Barat
3.
Benteng Prince Hendrik
Kompleks RSAL Kel. Tanjungpinang Barat Kec. Tanjungpinang Barat
4.
GPIB Bethel
Jln. Gereja Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota
5.
Gedung Pengadilan Tertua
Jln. SM. Amin Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota
6.
Klenteng Tien Hou Kong
Jln. Merdeka Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota
7.
Gedung Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang
Jln. Merdeka Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota
8.
Gedung Peninggalan Belanda (Gedung LP3N)
Jln. Yusuf Kahar Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota
9.
Kompleks Gedung Daerah
Jln. Hangtuah Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota
10.
Gedung BPLH Kab. Bintan
Jln. Hangtuah Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota
11.
SD-SMP Bintan
Jln. Teuku Umar Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota
12.
Eks SD 001 (Hollandsch Inlandssch Scholl)
Jln. Ketapang Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota
13.
Gedung Eks Asrama Pelajar
Jln. Teuku Umar Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota
14.
Masjid Raya Al-Hikmah
Jln. Masjid Kel. Tanjungpinang Kota Tanjungpinang Kec.Kota
15.
SMP 1 Tanjung Pinang (Midel Baree Scholl)
Jln. Tugu Pahlawan Kec.Tanjungpinang Kota

1.     Kompleks Makam Kerkhoff  Belanda

Kompleks makam ini dipergunakan sejak awal abad ke-19 M hingga sekitar tahun 1960-an.
Kondisi kompleks pemakaman ini, dua tahun terakhir baru terawat. Sebagian besar makam-makam pada kompleks pemakaman ini, nisan/batu penanda kubur yang ada sudah hilang, sehingga sulit untuk mengetahui angka tahunnya.
Riwayat makam ini belum diketahui dengan jelas, tetapi dari inskripsi yang terdapat pada nisan-nisan makam, dapat ditarik kesimpulan bahwa makam ini mulai digunakan abad ke-19 sampai abad ke-20. Angka tahun yang tertua bertarikh 1897, sedangkan angka tahun yang termuda bertarikh 1962.51
Keberadaan makam orang Belanda ini, niscayalah menjadi bukti penting bagi pernah bercokolnya Belanda di Tanjungpinang khususnya dan umumnya Kepulauan Riau. Di masa mendatang, tentulah dapat menjadi daya tarik yang tak kalah penting bagi warga negara Belanda.
2.     Jil Belanda (Rutan Klas II Tanjungpinang)

Dibangun oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1867, penjara ini merupakan penjara terbesar pada masanya di pantai timur Sumatra, mengimbangi penjara Sawah Lunto-Sumatra Barat.
Bangunan penjara ini berbentuk huruf E dengan tiang bergaya Eropa. Kerangka atas terbuat dari kayu hitam (berlian) atau kayu balau. Bagian atap sudah diganti dengan atap seng. Rumah Jil ini dilengkapi pula dengan beberapa bangunan/rumah untuk perkantoran, karyawan, dan penjaga penjara, yang menempati lahan seluas 1,5 hektare. Jumlah ruang tahanan sebanyak 21 buah dengan ukuran bervariasi, sebagian besar berukuran 8 X 5 meter. Kapasitas ruang tahanan antara lain: 45 orang, 17 orang, dan ada yang hanya 2 orang. Daya tampung keseluruhan, maksimal 250 napi. Namun, karena bertambahnya napi kapasitas maksimal tersebut bisa saja terlampaui, tercatat pada 14 Juni 2005 jumlah napi sebanyak 560 orang.
Pintu masuk berbentuk lengkung, teras beratap beton melengkung ditopang dengan tiang/pilar berbentuk seperti gapura.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa bangunan ini pada tahap awalnya dibangun oleh Portugis setelah menjatuhkan Melaka tahun 1511 kemudian diselesaikan pembangunannya oleh Belanda pada tahun 1867.

3.     Klenteng Tien Hou Kong
Klenteng ini merupakan tempat upacara keagamaan orang-orang Tionghoa, diperkirakan dibangun pada tahun 1857 oleh masyarakat Cina dari etnis Hokkien. Klenteng ini sudah beberapa kali diubah oleh masyarakat Tionghoa Tanjungpinang, dan pada tahun 1975 klenteng ini diresmikan sebagai vihara.54
Klenteng Tien Hou Kong dikenal pula dengan nama Vihara Bahtra Sasana, dilihat dari atas bangunan ini terbagi menjadi tiga ruang. Sebagaimana halnya klenteng, Tien Hou Kong didominsi dengan warna merah; dinding, tiang, lantai hingga ke atap didominasi dengan warna merah. Bagian atap dihiasi dua buah naga saling berhadapan mengapit mutiara yang berada di dalam bara api. Pada ruang depan klenteng yaitu ruang pertama dan kedua terdapat beberapa dewa yang biasa dipuja oleh orang-orang Tionghoa antara lain Dewa Ma Chou (penjaga laut), Tua Pek Kong (pelindung), Cia Lan Pho Sak (agar sukses dalam belajar), Chai Sheng Ya (banyak rejeki); pada ruangan bagian belakang, terdapat  Dewa Thai Soi Kong (untuk buang sial), Kuan Ti Kong (keselamatan), Lau Chau (dewa penyembuh).
4.     Kompleks Gedung Daerah

Gedung ini dibangun pada tahun 1822 oleh 14 Pemerintah Belanda yang disebut Kompleks Gubernemen, digunakan sebagai kediaman Residen. Didirikan pada masa pemberontakan Arong Balewo yang terjadi pada tahun 1820.
Ketika Riau berdiri menjadi Propinsi dan Tanjungpinang menjadi ibukota Propinsi Riau, maka gedung ini digunakan sebagai kediaman Gubernur Riau yang pertama, Mr. SM Amin dari Maret 1958 s/d Januari 1959. Selanjutnya menjadi rumah kediaman Bupati Kepala Daerah Tk. II Kabupaten Kepulauan Riau sampai tahun 1990-an. Di gedung ini pula, pejabat Gubernur Propinsi Kepulauan Riau, Drs. H. Ismeth Abdullah, dalam tahun 2004 dilantik.
Gedung Daerah adalah komplek bangunan, termasuk di dalamnya adalah bekas kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Riau. Bangunan utama adalah yang disebut dengan Gedung Daerah, atap bangunan bergaya tradisional, tembok serta pilar-pilar yang mengelilingi bangunan bergaya kolonial. Pada sisi timur terdapat bangunan berbentuk limas bergaya kolonial, terdiri dari dua lantai. Kondisi bangunan saat ini telah mengalami penambahan yaitu sayap bangunan di kiri dan kanan
Selanjutnya, gedung ini dipakai sebagai kediaman Bupati Kepulauan Riau sampai tahun 1990-an. Pada tahun 2004, gedung ini dipakai sebagai tempat pelantikan pejabat Gubernur Kepulauan Riau, Drs. Ismeth Abdullah. Selanjutnya, pada tahun 2005, gedung ini dipakai pula sebagai tempat pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau terpilih, Drs. Ismeth Abdullah dan  H.M. Sani (Pemerintah Kota Tanjungpinang, 2006: 153).56 Sekarang gedung ini sudah direnovasi “menyeluruh”.

5.           Masjid Raya Al-Hikmah

Masjid ini didirikan oleh masyarakat India (Keling) yang ada di Tanjungpinang. Kapan didirikan masjid ini, belum diketahui secara pasti, tetapi berselang setelah adanya Kontrak Politik antara Sultan Riau dengan Belanda tahun 1857. Masjid ini sudah mengalami beberapa kali perombakan, sehingga bentuk aslinya tidak diketahui lagi.57 Masjid yang kemudian diberi nama Masjid Al-Hikmah ini dikenal sebagai Masjid Raya Kota Tanjungpinang.
Bangunan masjid ditopang dengan 8 buah tiang, jendela

Comments